Kekuatan Cinta
Cinta merupakan suatu sifat yang terdapat dalam salah satu item struktur tubuh yang menjadi penggerak jiwa raga manusia. Hati adalah pusat dari suatu keyakinan/kepercayaan dan kejujuran.
Akal merupakan pusat pemikir/pemila/penganalisa sesuatu yang tejadi didepan kita ataupun yang terjadi pada diri kita sendiri, namun akal hanya bisa menganalisa yang nyata, dan akal tidak seteguh hati, hati pada hakikatnya jujur, yang menjadikan bohong itu hati dikelabuhi dengan akal yang mengedepankan ego. Akal bisa teraplikasikan dengan hak dan juga bisa teraplikasikan dengan syhawat/nafsu.
Apabila kita hanya mengedepankan akal, maka disitu banyak kesesatan, karana akal tidak bisa seutuhnya menganalisis sesuatu dengan benar (kebenarannya terbatas), dan akal sangat terbatas yang dibatasi dengan hal yang mistik/ghaib. Akan tetapi bila akal diiringi dengan penghayatan dalam hati, maka disanalah akan menemukan kecemerlangan dan keteguhan iman dan keyaqinan.
Pada hakikatnya cinta tumbuh dari hati yang paling mendalam, cinta merupakan ungkapan yang tersurat/tersirat dari suara hati yang paling mendalam. Apabila cinta itu berjalan dengan sungguh-sungguh dan dari hati nurani yang paling mendalam, maka kecemerlangan yang akan dating hingga komitmen tinggi, tapi jika cinta itu hanyalah sebagai lampiasan kemarahan atau pelampiasan nafsu, maka tunggulah kehancurannya, sebab dengan seperti itu cinta yang sifatnya hanya sementara. Dikala kemudian hari kita akan menyesali dan menyadari kalau sebenarnya cinta kita tidak murni dari hati yang paling mendalam. Ungkapkanlah cinta kita yang sebenarnya apa adanya. Beberapa akibat dari cinta guna-guna/semu/nafsu:
a.Hanya sekejab
b.Tidak disadari akan menarik perhatian
c.Mata hati dan akal pikiran tidak berfungsi lagi
d.Selalu termagnetik terhadap subjek
e.Tidak terima bila memojokkan subjek
Cinta kadangkala bisa membawa kekuatan dan kadangkala melemahkan, letak masalah keduanya adalah keyakinan lemah, mudah putus asa, tidak percaya akan ujian dari Allah. Padahal Allah selalu menguji hambanya dikala hambanya menduduki martabat atau kesuksesan yang tinggi sesuai dengan permasalahannya. Bilaa orang tambah beriman dan tingkat ketaqwaannya tinggi, maka Allah aka mengujinya sejauh mana keteguhan hatinya. Sama halnya dengan cinta, apabila cinta itu dipertahankan walaupun diuji, maka insyaallah disitulah cinta yang sesungguhnya.
Kekuatan cinta tidak hanya membawa keharmonisan akan tetapi cinta membawa kita kebarokahan, tembokpun dapat ditembusi.
Dalam Sejarah
Nabi ada seorang sahabat bertanya kepada rasulullah diwaktu beliau mau bersholat. Tapi beliau sholat terlebih dahulu, namun setelah selesai sholat, beliau langsung mencari orang itu, lalu orang itu bertanya “ya rasulullah, siapakah yang mauk surga? Lalu rasulullah bertanya ”kamu punya bekal apa?” lalu sahabat itu menjawab “aku hanya sholat pokok-pokoknya/fardhu saja, tapi saya punya satu hal yaitu aku cinta keepada Allah dan Rasulnya. Lalu rasulullah menjawab:
المراْ مع من احبه
Artinya:
Seseorang bersama orang yang dicintainya
Begitulah kekuatan cinta, kekuatan yang tidak bisa diukur dengan akal/logika. Jadi kepada para pembaca peliharalah cinta dengan baik, karena cinta itu fitroh manusia. Sekali fitroh tercoreng, maka tiada lagi fitroh suci perdana kita, karena kita hanyalah hidup satu kali didunia ini.
Pesan Saya:
Kuatkan cinta dengan komitmen lillahi ta’ala, dan janganlah sekali-kali mempermainkan cinta. Karena cinta bukan barang percobaan, akan tetapi cinta terapan fitrah haqqon lillahi ta’ala.
Rabu, 09 Februari 2011
Tingginya Sakit Patah Hati
Dominasi Sakitnya Struktur Tubuh Manusia
Sakitnya struktur tubuh manusia hanyalah perawakan yang akan menjadi ekspresiatif, namun kesakitan tersebut bersumber pada hati/perasaan. Struktur tubuh hanyalah penggerak dari rasa sakit tersebut.
Hati merupakan pusat dari penggerak manusia, baik atau buruknya manusia ada pada hati, senang atau sushnya manusia ada pada hati. Hati merupakan item struktur tubuh yang sangat mendominasi kinerjanya.
Hati sungguh kekuatan yang paling mendominan pada manusia, sebab hati bisa melihat sesuatau yang mistik dan yang diluar kemampuan akal.
Keunikan Hati
Keunikan hati di dunia cinta, kita mencintai Allah Dan Rasulnya dengan segala sesuatu kita lakukan untuk memenuhi kewajiban dari Allah, dan dengan segala sesuatu yang dilarang Allah kita tinggalkan.
Problem I
Keunikan hati pada diri kita, hati jauh berbeda dengan struktur tubuh yang lain. Hati sangan unik, ketika tersakiti maka hati itu tidak akan lepas dari kesakitan itu, walaupun diberikan obat berbagai obat tidak bisa pulih kembali, obat itu hanyalah ada pada intraksional (pihak lawan). Apabila lawan tersebut mendatanginya dan meminta maaf, maka rasa sakit hati itu secara spontanitas hilang, Disutulah keunikan hati. Maka dari itu sebelum orang masuk surga maka bersihkan hati telebih dahulu. Karena segala sesuatu adalah berangkatnya dari hati. Allah memantau kita bukan dari aplikasi kinerja kita yang hanya mengelabuhi orang lain, akan tetapi Allah melihat kita dari hati kita yang kemudian dengan pengaplikasian kita terhadap niatan hati.
Problem II
Keunikan hati dalam dunia cinta sesama, bila kita patah hati segala sesuatu yang menyenagkan bagi kita, kita sudah tidak senang lagi. Makanan yang enak lezat terasa bagaikan makanan yang mentah tidak ada rasa. Dunia yang indah menjadi buram, sesuatu barang peralatan tersier yang kita miliki tidak berarti lagi. Karena hati kita sudah tidak berfungsi lagi untuk merasakan semua itu. Sebab sibuah hati/masa depan kita/harapan hidup kita/bidadari kita (calon istri kita) menghilang dari kita secara cepat dan sekejab tanpa alas an yang urgen. Padahal kita sudah bertahun-tahun menjalaninya, jadi semua itu sangat menyakitkan. Nah disitu kita akan merasakan bagaimana rasa sakitnya dibagian struktur tubuh kita, yaitu Hati. Dalam keadaan seperti itu biasanya segala sesuatu yang indah, menjadi buram. Segala sesuatu yang enak dimakan, menjadi terasa mentah. Hampir segala kekuatan tubuh tidak berfungsi.
Nah apabila kita benar-benar berniatan untuk menjadi duami istri karena Allah, maka jika seperti itu kesakitan itu tidak akan pernah hilang seumur hidup. Karena kita sudah benar-benar menjalani ikatan itu dengan tujuan embangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah karena Alah SWT. Tentunya kita sangat sakit sekali, karena kita merasa dipermainkan. Kita bersungguh-sungguh dalam ikatan itu, lalu secara tiba-tiba menghilang.
Nah kesakitan itu tidak akan pernah hilang, yang tentunya selama hidupnya kiata akan sengsara. Apalagi itu cinta pertama dan cinta yang terakhir. Jadi sangat hancur hidup kita. Namun itu hanyalah bagi orang yang benar-benar cinta karena Allah, yang berniatan untuk dinikahi. Tapi lain lagi bagi orang yang hanya bermain-main, toh walaupun gonta ganti ya tidak ada masalah…..nah orang yang seperti inilah yang dibenci Allah SWT, karena orang tersebut mempermainkan hati sucinya. Sedangkan untk menjadi kekasih Allah dan taqorrub Ilallah harus dibersihkan hatinya. Nah orang yang seperti inilah dikategorikan orang yang tidak bekomitmen akan hati sucinya.
Patah hati sangat menyakitkan, Nah bagaimana cara mengobati semua itu??????? Nah itulah keunikan hati, untuk mengobati semua itu hanyalah dengan kehadiran sang kekasih yang menghilang. Maka disitulah hati akan merasa legah dan tenteram serta perspektif kedepan akan cerah. Nah itulah keunikan hati.
Kadangkala cinta membawa kebahagiaan dan kadangkala membawa kesakitan yang tiada terhingga. Karena cinta merupakan sifat yang ada dalam hati yang paling dalam.
Pesan Saya
1.Jangan pernah bermain main dengan cinta, sekali cinta maka itulah yang harus dipelihara sampai dipelaminan, bahkan dunia akhirat, karena cinta itu Suci.
2.Jangan pernah memutuskan cinta, karena orang seperti itu adalah orang yang buruk dengan hatinya sendiri.
3.Jangan pernah menerima cinta sebelum ada keyakinan yang kuat, karena dikala nantinya ada problem akan mudah tergiur, seperti inilah yang sering terjadi. Jadi sebelum menerima cinta, dipikir-pikir terlebih dahulu, sehingga hati mantap dan yakin dengan cinta itu akan menjadi suami istri.
4.Janganlah mudah tergiur dengan ujina cinta kita, karena semakin tinggi cinta kita, maka disitulah ujian juga akan semakin besar, bagi kita yang tidak kuat komitmen, maka akan lepas putus cintanya.
5.Jangan menerima cinta sebelum ada keyakinan, sehingga nantinya tidak ada perpecahan di belakang, perpecahan itu tidak hanya pecah cinta, akan tetapi kadangkala pecah ukhuwah islaminya. Karena diantara keduanya khususnya yang (Di Putus) hatinya terhantam kesakitan yang tidak terhingga, lebih-lebih bagi yang sungguh berniatan untuk dijadikan istri/suami karena Allah, maka hatinya hancur sakitnya melebihi dari segala-galanya. karena segala problem yang berkenaan dengan perasaan, yang jadi sasaran adalah hati, dan hati itu pusat dari pengendali hakikat manusia. Oleh karena itulah Allah berfirman:
Artinya:
Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan
Kenapa sepeerti itu????? Karena fitnah itu menyakiti hati….menyakiti hati itu penyiksaan atau pembunuhan secara berlahan-lahan………
Itulah kedudukan hati dalam tubuh kita, dan kedudukan hati merupakan keutamaan dari keyakinan atau keimanan terhadap segala sesuatu khususnya kepada Allah dan Rasulnya.
Sakitnya struktur tubuh manusia hanyalah perawakan yang akan menjadi ekspresiatif, namun kesakitan tersebut bersumber pada hati/perasaan. Struktur tubuh hanyalah penggerak dari rasa sakit tersebut.
Hati merupakan pusat dari penggerak manusia, baik atau buruknya manusia ada pada hati, senang atau sushnya manusia ada pada hati. Hati merupakan item struktur tubuh yang sangat mendominasi kinerjanya.
Hati sungguh kekuatan yang paling mendominan pada manusia, sebab hati bisa melihat sesuatau yang mistik dan yang diluar kemampuan akal.
Keunikan Hati
Keunikan hati di dunia cinta, kita mencintai Allah Dan Rasulnya dengan segala sesuatu kita lakukan untuk memenuhi kewajiban dari Allah, dan dengan segala sesuatu yang dilarang Allah kita tinggalkan.
Problem I
Keunikan hati pada diri kita, hati jauh berbeda dengan struktur tubuh yang lain. Hati sangan unik, ketika tersakiti maka hati itu tidak akan lepas dari kesakitan itu, walaupun diberikan obat berbagai obat tidak bisa pulih kembali, obat itu hanyalah ada pada intraksional (pihak lawan). Apabila lawan tersebut mendatanginya dan meminta maaf, maka rasa sakit hati itu secara spontanitas hilang, Disutulah keunikan hati. Maka dari itu sebelum orang masuk surga maka bersihkan hati telebih dahulu. Karena segala sesuatu adalah berangkatnya dari hati. Allah memantau kita bukan dari aplikasi kinerja kita yang hanya mengelabuhi orang lain, akan tetapi Allah melihat kita dari hati kita yang kemudian dengan pengaplikasian kita terhadap niatan hati.
Problem II
Keunikan hati dalam dunia cinta sesama, bila kita patah hati segala sesuatu yang menyenagkan bagi kita, kita sudah tidak senang lagi. Makanan yang enak lezat terasa bagaikan makanan yang mentah tidak ada rasa. Dunia yang indah menjadi buram, sesuatu barang peralatan tersier yang kita miliki tidak berarti lagi. Karena hati kita sudah tidak berfungsi lagi untuk merasakan semua itu. Sebab sibuah hati/masa depan kita/harapan hidup kita/bidadari kita (calon istri kita) menghilang dari kita secara cepat dan sekejab tanpa alas an yang urgen. Padahal kita sudah bertahun-tahun menjalaninya, jadi semua itu sangat menyakitkan. Nah disitu kita akan merasakan bagaimana rasa sakitnya dibagian struktur tubuh kita, yaitu Hati. Dalam keadaan seperti itu biasanya segala sesuatu yang indah, menjadi buram. Segala sesuatu yang enak dimakan, menjadi terasa mentah. Hampir segala kekuatan tubuh tidak berfungsi.
Nah apabila kita benar-benar berniatan untuk menjadi duami istri karena Allah, maka jika seperti itu kesakitan itu tidak akan pernah hilang seumur hidup. Karena kita sudah benar-benar menjalani ikatan itu dengan tujuan embangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah karena Alah SWT. Tentunya kita sangat sakit sekali, karena kita merasa dipermainkan. Kita bersungguh-sungguh dalam ikatan itu, lalu secara tiba-tiba menghilang.
Nah kesakitan itu tidak akan pernah hilang, yang tentunya selama hidupnya kiata akan sengsara. Apalagi itu cinta pertama dan cinta yang terakhir. Jadi sangat hancur hidup kita. Namun itu hanyalah bagi orang yang benar-benar cinta karena Allah, yang berniatan untuk dinikahi. Tapi lain lagi bagi orang yang hanya bermain-main, toh walaupun gonta ganti ya tidak ada masalah…..nah orang yang seperti inilah yang dibenci Allah SWT, karena orang tersebut mempermainkan hati sucinya. Sedangkan untk menjadi kekasih Allah dan taqorrub Ilallah harus dibersihkan hatinya. Nah orang yang seperti inilah dikategorikan orang yang tidak bekomitmen akan hati sucinya.
Patah hati sangat menyakitkan, Nah bagaimana cara mengobati semua itu??????? Nah itulah keunikan hati, untuk mengobati semua itu hanyalah dengan kehadiran sang kekasih yang menghilang. Maka disitulah hati akan merasa legah dan tenteram serta perspektif kedepan akan cerah. Nah itulah keunikan hati.
Kadangkala cinta membawa kebahagiaan dan kadangkala membawa kesakitan yang tiada terhingga. Karena cinta merupakan sifat yang ada dalam hati yang paling dalam.
Pesan Saya
1.Jangan pernah bermain main dengan cinta, sekali cinta maka itulah yang harus dipelihara sampai dipelaminan, bahkan dunia akhirat, karena cinta itu Suci.
2.Jangan pernah memutuskan cinta, karena orang seperti itu adalah orang yang buruk dengan hatinya sendiri.
3.Jangan pernah menerima cinta sebelum ada keyakinan yang kuat, karena dikala nantinya ada problem akan mudah tergiur, seperti inilah yang sering terjadi. Jadi sebelum menerima cinta, dipikir-pikir terlebih dahulu, sehingga hati mantap dan yakin dengan cinta itu akan menjadi suami istri.
4.Janganlah mudah tergiur dengan ujina cinta kita, karena semakin tinggi cinta kita, maka disitulah ujian juga akan semakin besar, bagi kita yang tidak kuat komitmen, maka akan lepas putus cintanya.
5.Jangan menerima cinta sebelum ada keyakinan, sehingga nantinya tidak ada perpecahan di belakang, perpecahan itu tidak hanya pecah cinta, akan tetapi kadangkala pecah ukhuwah islaminya. Karena diantara keduanya khususnya yang (Di Putus) hatinya terhantam kesakitan yang tidak terhingga, lebih-lebih bagi yang sungguh berniatan untuk dijadikan istri/suami karena Allah, maka hatinya hancur sakitnya melebihi dari segala-galanya. karena segala problem yang berkenaan dengan perasaan, yang jadi sasaran adalah hati, dan hati itu pusat dari pengendali hakikat manusia. Oleh karena itulah Allah berfirman:
Artinya:
Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan
Kenapa sepeerti itu????? Karena fitnah itu menyakiti hati….menyakiti hati itu penyiksaan atau pembunuhan secara berlahan-lahan………
Itulah kedudukan hati dalam tubuh kita, dan kedudukan hati merupakan keutamaan dari keyakinan atau keimanan terhadap segala sesuatu khususnya kepada Allah dan Rasulnya.
Madzhab Syafi'i
1. Biografi Imam Syafi’i Sepanjang Hidupnya.
Imam Syafi’i adalah sosok seseorang yang sangat tangguh dalam berpendirian yang selalu optimis walaupun posisi dari keluarganya yang sangat pas-pasan dan Yatim, beliau bukan keturunan dari seorang Kiyai, beliau berasal dari keturunan Petani keluarga yang sangat primitiv sekali. Namun hal itu tidak menjadikan beliau patah dan kendor semangat, justru sebaliknya.
Nama asli dari beliau adalah Muhammad Ibnu Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi, Beliau dilahirkan awal tahun 150 H. dan beliau wafat pada tahun 204 H. beliau hidup didunia kurang lebih selama 54 tahun. Beliau ditinggal bapaknya ketika beliau masih beumur 2 tahun, Bapak beliau bernama Idris, berasal dari daerah Tibalah (sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman), dia seorang yang tidak berpunya, awaalnya dia tinggal di Medinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda disana.
Syafi’ Kakek dari Kakek beliau, yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi’i) menurut sebagian Ulama adalah seorang Sahabat Shigar (Yunior) Nabi. As-Saib, Bapak Syafi’, sendiri termasuk Sahabat Kibar (Senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah SAW. Dia termasuk dalam bagian Tokoh Musyrikin Quraisy dalam perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendirinya dan menyatakan masuk Islam. Para Ahli Sejarah dan para Ulama Nasab serta Ahli Hadits bersepakat bahwa Imam Syafi’i berasal dari keturunan Arab murni.
Setelah 2 tahun kedepan beliau dalam keadaan yatim, hingga beliau dibawa ke kota Mekkah oleh Ibu-Nya. Di kota Mekkah Imam Syafi’i belajar berbagai keilmuuan pengetahuan. Akhirnya beliau belajar Bahasa Arob kepada Huzail di Desa terpencil. Setelah beliau mahir dalam berbahasa Arob, maka beliau belajar Hadits dan Fiqih seenak-enaknya, karena dengan berbahasa Arob itu mudal awal bagi beliau untuk mendalami berbagai keilmuan masa itu.
Imam Syafi’i di masa kecilnya sudah hafal Al-Qur’an, di waktu masa janinnya beliau sudah bisa ngomong dan bisa mgarang Kitab “Al-Umm”. Beliau benar-benar luar biasa, Allah SWT sudah mentakdirkan menjadikau beliau sosok yang luar biasa diluar batas kemampuan manusia. beliau hidup dalam keadaan miskin sekeluarga, beliau benar-benar gigih dalam menuntut ilmu Al-Qur’an dan Hadits, beliau banyak belajar kepada para Ulama di Mekah pada usianya yang masih kecil.
Kemudian beliau hafalkan kitab Muwattha’, karangan Imam Malik. lalu belajar kepada Imam Malik sendiri di Medinah, memperdalam paham beliau tentang apa yang tersebut didalam kitab Muwattha’. Sampai Imam Malik meninggal dunia, Imam Syafi’i selalu ada disampingnya belajar dan belajar. setelah Imam Malik meninggal dunia, namun Imam Syafi’i tetap tinggal di Medinah menggantikan posisi Imam Malik beberapa bulan lamanya. kemudian beliau keluar dari Medinah menuju ke Yaman, terus pada tahun 195 beliau pergi ke Bagdad, disana beliau tinggal selama 2 tahun. Lalu beliau tahun 199 pindah ke Mesir, di sana beliau menetap sampai wafat.
Sejalan dengan waktu Imam Syafi’i mendatangi kota Iraq bertujuan memperdalam Ilmu Fiqih. Disana beliau belajar Ilmu Fiqih kepada muridnya Imam Abu Hanifah yang bernama Muhammad Ibnul Hasan. Karena pengetahuan Fiqih di Iraq adalah Imam Abu Hanifah. Maka dengan begitu terhimpunlah ilmu pengetahuan dalam diri Imam Syafi’i pengetahuan Ahlur Ra’yi (Menetapkan Hukum Fiqih dengan Akal dan Rasio) dan pengetahuan Ahlul Hadits (Menetapkan hukum berdasarkan Sunnah, yaitu Al-Qur’an dan Hadits). Dalam diri beliau benar-benar terhimpun berbagai ilmu pengetahuan dengan sempurna.
Imam Syafi’i telah menguasai ilmu keduanya, maka beliau berhasil disamping memberikan Fatwa-fatwa tentang Hukum Fiqih sebagai Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Juga berhasil menetapkan Kaidah-kaidah yang menjadi dasar penetapan Hukum dari Dalil-dalil yang ada dengan menentukan syarat-syarat dari apa yang dapat disamakan dalam memakai Qias, dan apa-apa yang dianggap bertentangan tentang beberapa perkara yang dihadapi dan harus diselesaikan yang harus ditetapkan hukumnya. karena itulah Imam Syafi’i mendapat perhatian yang besar sekali dari pihak-pihak yang sesuai dengan pendapat-pandapat-Nya, sebab itulah nama beliau sangat terkenal/terkemuka dan mulya, dan kedudukan beliau menjadi sangat mulya dan begitu tinggi dalam pandangan ummat Islam.
“Al-Risalah” adalah Kitab hasil dari karangan beliau yang begitu sangat terkenal, Kitab itulah Kitab pertama ilmu Ushul Fiqih (Pengetahuan tenatng cara-cara menetapkan Ilmu Fiqih). Kaidah-kaidah yang ditetapkan beliaulah dalam kitabnya dengan nama Al-Risalah yang menjadi pegangan atau pedoman bagi Ulama dan Imam Madzhab yang datang kemudian dalam menetapkan hukum dari Dalil-dalil yang ada pada masing-masing mereka.
Berkata Ar-Razi : ketaahuilah bahwa kedudukan (Martabat) Imam Syafi’i dalam ilmu Ushul Fiqih sama dengan kedudukan (martabat ) Aristatoles dalam ilmu Mantiq (Ilmu Logika) , sama pula dengan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad tentang Ilmu Aruud (Ilmu tentang Syair). Dikatakan begitu, karena orang-orang sebelum Aristatoles selalu dalam perdebatan hanya dalam mengemukakan dalil-dalil yang merupakan Tabi’at-tabi’at yang waras belaka, sedang menurut Aristatoles selalu berdasarkan aturan-aturan yang mengatur tata tertib untuk menentukan batas-batas (Difisi) dan keterangan-keterangan, sehingga perdebatan terhindar dari hiruk pikuk atau kekacau-balau yang tidak karuan. Aristatoles sudah berhasil menciptakan Ilmu Mantiq itu setelah mengasingkan diri dari Masyarakat ramai beberapa lamanya.
Begitu juga Syair-Syair sebelum Al-Khalil Ibnu Ahmad menyusun syair dan Nazam atau pantun hanya berdasarkan Tabi’at (Perasaan) semata-mata. Tapi setelah Al-Khalil, semua Syair dan Nazam harus sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan Al-Khalil dalam ilmu Aruudh. Dan dengan undang-undang (Kaidah-kaidah) ilmu Aruudh itu orang dengan mudah dapat menentukan mana Syair yang baik dan mana pula yang tidak baik, dan orang dapat mengetahui kelebihan (Kebaikan) dari pada Syair dan juga akan cacat-cacat dari Syair yang tidak baik itu.
Begitu seterusnya, para Imam dan Ulama sebelum Imam Syafi’i berkata dan berfatwa tenteng masalah-masalah Fiqh dengan Dalil-dalil yang perdebatan-perdepatan yang terus menerus, karena belum ada ketiak itu satu undang-undang (kaidah-kaidah) yang mengatur cara pemakaian dalil-dalil Syri’at (Sunnah), atau aturan-aturan cara menguatkan atau menentang Dalil-dalil yang dikemukakan oleh seseorang. Imam Syafi’ilah orang yang pertama yang mula-mula menetapkan aturan-aturan (Kaidah-kaidah) itu. Sehingga dengan aturan-aturan (Kaidah Ilmu Ushul Fiqh) itu orang dengan mudah dapat mengetahui tingkat masing-masing Dalil Ilmu Fiqh
2. Jalannya Imam Syafi’i Ketika Menuntut Ilmu Pengetahuan.
Imam Syafi’i menimbun ilmu berdasarkan tempat awal beliau menetap yaitu di Kota Mekkah. Beliau menuntut ilmu tanpa mengeluh dan putus asa, walaupun beliau dalam keadaan Yatim, beliau awal balajar mulai dari belajar Bahas Arob. beliau belajar Bahasa Arob kepada Huzail di desa terpencil. Setelah beliau mahir dalam berbahasa Arob, maka beliau belajar Hadits dan Fiqih.
Beliau hafalkan Kitab Muwattha’, karangan Imam Malik dengan baik dan teliti. Lalu beliau meneruskan belajarnya belajar kepada Imam Malik sendiri di Medinah, dan memperdalam paham beliau tentang apa yang tersebut di dalam Kitab Muwattha’. Hingga dari kesunguh-sungguhannya Imam Syafi’i, beliau belajar Kitab Muwattha’ sampai Imam Malik meninggal dunia. Imam Syafi’i bener-bener tinggi dalam Antusias/keinginannya untuk belajar dan belajar, hingga beliau selalu ada disampingnya belajar kepada Imam Malik sampai meninggal dunia. Setelah Imam Malik meninggal dunia Imam Syafi’i tetap tinggal di Medinah, beliau menggantikan posisi Imam Malik beberapa bulan lamanya di Medinah.
Beliau mendatangi Kota Iraq bertujuan untuk memperdalam Ilmu Fiqih. Disana beliau belajar Fiqih kepada muridnya Imam Abu Hanifah yang bernama Muhammad Ibnul Hasan. Karena pengetahuan Fiqih terbesar di Iraq waktu itu adalah Imam Abu Hanifah. Maka dengan begitu terhimpunlah ilmu pengetahuan dalam diri Imam Syafi’I, pengetahuan Ahlur Ra’yi (menetapkan Hukum Fiqih dengan Akal dan Rasio) dan pengetahuan Ahlul Hadits (menetapkan Hukum berdasarkan Sunnah, yaitu Al-Qur’an dan Hadits).
Dalam diri beliau benar-benar terhimpun berbagai ilmu pengetahuan dengan sempurna. Hingga beliau terkenal dan terkemuka di dunia Islam. Beliau mempelajari ilmu tidak tanggung-tanggung. Ketika beliau terjun dalam dunia pengetahuan baik Logika ataupun Al-Qur’an dan Al-Hadits. Beliau selipkan waktunya hanya untuk menuntut ilmu sepanjang hidupnya, yang akhirnya beliau terkenal dan terkemuka dalam dunia Islam mulai sejak menetap di Mesir, karena beliau sudah mahir dalam ilmu Ahlur Ra’yi dan ilmu Ahlul Hadits.
3. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafi’i.
Imam Syafi’I pernah berkata tentang cara beliau ber-Ijtihad, “Pokok pertama ialah Al-Qur’an dan Hadits” kalau tidak ada, barulah dipergunakan Qias dengan apa yang ada dalam Al-Qur’aan dan Al- Hadits (Sunnah). Bila Hadits mempunyai Sanad yang tidak putus-putus, dan semuanya sah, itu adalah Sunnah. Kabar dari orang banyak adalah lebih utama dari pada kabar dari per-individu. Bila terdapat Hadits yang bertentangan, Hadits yang paling baik sanadnya yang didahulukan.
Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu murid beliau sendiri Ar-Rabi’ul Murady yang berisi ajaran dan fatwa-fatwa Imam Syafi’i, Kitab itu sangat termasyhur dan terkenal diberbagai penjuru, yang bernama Al-Umm. sebuh Kitab besar yang terdiri dari 7 Jilid tebal, yang amat teratur, dimasing-masing bab membahas masalah-masalah tertentu dalam Ilmu Fiqih. Madzhab Imam Syafi’i telah dikenal oleh umumnya terdiri dari 2 macam Fatwa, yaitu Madzhab Qodim dan Madzhab Jadid. Madzhab Qodim memuat semua fatwa beliau baik yang tertulis ataupun yang terucapkan selama di Iraq. Sedangkan Madzhab Jadid berisikan semua fatwa-fatwa yang beliau tulis atau yang beliau fatwakan dengan Lisan selama beliau tinggal di Mesir.
Ternyata setelah beliau tinggal di Mesir beliau banyak mendengar Hadits-Hadits yang belum pernah beliau dengar dan diketahui selama di Iraq. Sehingga berubahlah Fatwa beliau dari apa-apa yang pernaah beliau Fatwakan sebelum tinggal di Mesir. Dan tidak sedikit pula pengaruh Ulama-Ulama Mesir, pengaruh keadaan Masyarakat Mesir yang berlainan dengan keadaan di Iraq dan Hijaz.
4. Wafatnya Imam Syafi’i
Beliau menata kesibukannya sepanjang hidupnya. Yang ada dalam aktifitasnya hanyalah menuntut ilmu dan dakwah. Beliau menyibukkan diri berdakwah, karena kesibukannya berdakwah dan menebar atau mengamalkan Ilmu, beliau menderita penyakit Bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Semakin lama penyakit yang dialaminya semakin parah, Hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jum’at setelah Shalat Isya’ hari terakhir Bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa Dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, Sesudah wafatnya, Dia berkata kepada beliau ”Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah……?” beliau menjawab “ Allah mendudukkan aku diatas sebuah Kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.” Betapa mulyanya kedudukan beliau hingga Allah SWT memberikan sesuatu yang sangat berharga yang tidak bisa di tukar dengan suatu barang yang berharga apapun.
Imam Syafi’i adalah sosok seseorang yang sangat tangguh dalam berpendirian yang selalu optimis walaupun posisi dari keluarganya yang sangat pas-pasan dan Yatim, beliau bukan keturunan dari seorang Kiyai, beliau berasal dari keturunan Petani keluarga yang sangat primitiv sekali. Namun hal itu tidak menjadikan beliau patah dan kendor semangat, justru sebaliknya.
Nama asli dari beliau adalah Muhammad Ibnu Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi, Beliau dilahirkan awal tahun 150 H. dan beliau wafat pada tahun 204 H. beliau hidup didunia kurang lebih selama 54 tahun. Beliau ditinggal bapaknya ketika beliau masih beumur 2 tahun, Bapak beliau bernama Idris, berasal dari daerah Tibalah (sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman), dia seorang yang tidak berpunya, awaalnya dia tinggal di Medinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda disana.
Syafi’ Kakek dari Kakek beliau, yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi’i) menurut sebagian Ulama adalah seorang Sahabat Shigar (Yunior) Nabi. As-Saib, Bapak Syafi’, sendiri termasuk Sahabat Kibar (Senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah SAW. Dia termasuk dalam bagian Tokoh Musyrikin Quraisy dalam perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendirinya dan menyatakan masuk Islam. Para Ahli Sejarah dan para Ulama Nasab serta Ahli Hadits bersepakat bahwa Imam Syafi’i berasal dari keturunan Arab murni.
Setelah 2 tahun kedepan beliau dalam keadaan yatim, hingga beliau dibawa ke kota Mekkah oleh Ibu-Nya. Di kota Mekkah Imam Syafi’i belajar berbagai keilmuuan pengetahuan. Akhirnya beliau belajar Bahasa Arob kepada Huzail di Desa terpencil. Setelah beliau mahir dalam berbahasa Arob, maka beliau belajar Hadits dan Fiqih seenak-enaknya, karena dengan berbahasa Arob itu mudal awal bagi beliau untuk mendalami berbagai keilmuan masa itu.
Imam Syafi’i di masa kecilnya sudah hafal Al-Qur’an, di waktu masa janinnya beliau sudah bisa ngomong dan bisa mgarang Kitab “Al-Umm”. Beliau benar-benar luar biasa, Allah SWT sudah mentakdirkan menjadikau beliau sosok yang luar biasa diluar batas kemampuan manusia. beliau hidup dalam keadaan miskin sekeluarga, beliau benar-benar gigih dalam menuntut ilmu Al-Qur’an dan Hadits, beliau banyak belajar kepada para Ulama di Mekah pada usianya yang masih kecil.
Kemudian beliau hafalkan kitab Muwattha’, karangan Imam Malik. lalu belajar kepada Imam Malik sendiri di Medinah, memperdalam paham beliau tentang apa yang tersebut didalam kitab Muwattha’. Sampai Imam Malik meninggal dunia, Imam Syafi’i selalu ada disampingnya belajar dan belajar. setelah Imam Malik meninggal dunia, namun Imam Syafi’i tetap tinggal di Medinah menggantikan posisi Imam Malik beberapa bulan lamanya. kemudian beliau keluar dari Medinah menuju ke Yaman, terus pada tahun 195 beliau pergi ke Bagdad, disana beliau tinggal selama 2 tahun. Lalu beliau tahun 199 pindah ke Mesir, di sana beliau menetap sampai wafat.
Sejalan dengan waktu Imam Syafi’i mendatangi kota Iraq bertujuan memperdalam Ilmu Fiqih. Disana beliau belajar Ilmu Fiqih kepada muridnya Imam Abu Hanifah yang bernama Muhammad Ibnul Hasan. Karena pengetahuan Fiqih di Iraq adalah Imam Abu Hanifah. Maka dengan begitu terhimpunlah ilmu pengetahuan dalam diri Imam Syafi’i pengetahuan Ahlur Ra’yi (Menetapkan Hukum Fiqih dengan Akal dan Rasio) dan pengetahuan Ahlul Hadits (Menetapkan hukum berdasarkan Sunnah, yaitu Al-Qur’an dan Hadits). Dalam diri beliau benar-benar terhimpun berbagai ilmu pengetahuan dengan sempurna.
Imam Syafi’i telah menguasai ilmu keduanya, maka beliau berhasil disamping memberikan Fatwa-fatwa tentang Hukum Fiqih sebagai Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Juga berhasil menetapkan Kaidah-kaidah yang menjadi dasar penetapan Hukum dari Dalil-dalil yang ada dengan menentukan syarat-syarat dari apa yang dapat disamakan dalam memakai Qias, dan apa-apa yang dianggap bertentangan tentang beberapa perkara yang dihadapi dan harus diselesaikan yang harus ditetapkan hukumnya. karena itulah Imam Syafi’i mendapat perhatian yang besar sekali dari pihak-pihak yang sesuai dengan pendapat-pandapat-Nya, sebab itulah nama beliau sangat terkenal/terkemuka dan mulya, dan kedudukan beliau menjadi sangat mulya dan begitu tinggi dalam pandangan ummat Islam.
“Al-Risalah” adalah Kitab hasil dari karangan beliau yang begitu sangat terkenal, Kitab itulah Kitab pertama ilmu Ushul Fiqih (Pengetahuan tenatng cara-cara menetapkan Ilmu Fiqih). Kaidah-kaidah yang ditetapkan beliaulah dalam kitabnya dengan nama Al-Risalah yang menjadi pegangan atau pedoman bagi Ulama dan Imam Madzhab yang datang kemudian dalam menetapkan hukum dari Dalil-dalil yang ada pada masing-masing mereka.
Berkata Ar-Razi : ketaahuilah bahwa kedudukan (Martabat) Imam Syafi’i dalam ilmu Ushul Fiqih sama dengan kedudukan (martabat ) Aristatoles dalam ilmu Mantiq (Ilmu Logika) , sama pula dengan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad tentang Ilmu Aruud (Ilmu tentang Syair). Dikatakan begitu, karena orang-orang sebelum Aristatoles selalu dalam perdebatan hanya dalam mengemukakan dalil-dalil yang merupakan Tabi’at-tabi’at yang waras belaka, sedang menurut Aristatoles selalu berdasarkan aturan-aturan yang mengatur tata tertib untuk menentukan batas-batas (Difisi) dan keterangan-keterangan, sehingga perdebatan terhindar dari hiruk pikuk atau kekacau-balau yang tidak karuan. Aristatoles sudah berhasil menciptakan Ilmu Mantiq itu setelah mengasingkan diri dari Masyarakat ramai beberapa lamanya.
Begitu juga Syair-Syair sebelum Al-Khalil Ibnu Ahmad menyusun syair dan Nazam atau pantun hanya berdasarkan Tabi’at (Perasaan) semata-mata. Tapi setelah Al-Khalil, semua Syair dan Nazam harus sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan Al-Khalil dalam ilmu Aruudh. Dan dengan undang-undang (Kaidah-kaidah) ilmu Aruudh itu orang dengan mudah dapat menentukan mana Syair yang baik dan mana pula yang tidak baik, dan orang dapat mengetahui kelebihan (Kebaikan) dari pada Syair dan juga akan cacat-cacat dari Syair yang tidak baik itu.
Begitu seterusnya, para Imam dan Ulama sebelum Imam Syafi’i berkata dan berfatwa tenteng masalah-masalah Fiqh dengan Dalil-dalil yang perdebatan-perdepatan yang terus menerus, karena belum ada ketiak itu satu undang-undang (kaidah-kaidah) yang mengatur cara pemakaian dalil-dalil Syri’at (Sunnah), atau aturan-aturan cara menguatkan atau menentang Dalil-dalil yang dikemukakan oleh seseorang. Imam Syafi’ilah orang yang pertama yang mula-mula menetapkan aturan-aturan (Kaidah-kaidah) itu. Sehingga dengan aturan-aturan (Kaidah Ilmu Ushul Fiqh) itu orang dengan mudah dapat mengetahui tingkat masing-masing Dalil Ilmu Fiqh
2. Jalannya Imam Syafi’i Ketika Menuntut Ilmu Pengetahuan.
Imam Syafi’i menimbun ilmu berdasarkan tempat awal beliau menetap yaitu di Kota Mekkah. Beliau menuntut ilmu tanpa mengeluh dan putus asa, walaupun beliau dalam keadaan Yatim, beliau awal balajar mulai dari belajar Bahas Arob. beliau belajar Bahasa Arob kepada Huzail di desa terpencil. Setelah beliau mahir dalam berbahasa Arob, maka beliau belajar Hadits dan Fiqih.
Beliau hafalkan Kitab Muwattha’, karangan Imam Malik dengan baik dan teliti. Lalu beliau meneruskan belajarnya belajar kepada Imam Malik sendiri di Medinah, dan memperdalam paham beliau tentang apa yang tersebut di dalam Kitab Muwattha’. Hingga dari kesunguh-sungguhannya Imam Syafi’i, beliau belajar Kitab Muwattha’ sampai Imam Malik meninggal dunia. Imam Syafi’i bener-bener tinggi dalam Antusias/keinginannya untuk belajar dan belajar, hingga beliau selalu ada disampingnya belajar kepada Imam Malik sampai meninggal dunia. Setelah Imam Malik meninggal dunia Imam Syafi’i tetap tinggal di Medinah, beliau menggantikan posisi Imam Malik beberapa bulan lamanya di Medinah.
Beliau mendatangi Kota Iraq bertujuan untuk memperdalam Ilmu Fiqih. Disana beliau belajar Fiqih kepada muridnya Imam Abu Hanifah yang bernama Muhammad Ibnul Hasan. Karena pengetahuan Fiqih terbesar di Iraq waktu itu adalah Imam Abu Hanifah. Maka dengan begitu terhimpunlah ilmu pengetahuan dalam diri Imam Syafi’I, pengetahuan Ahlur Ra’yi (menetapkan Hukum Fiqih dengan Akal dan Rasio) dan pengetahuan Ahlul Hadits (menetapkan Hukum berdasarkan Sunnah, yaitu Al-Qur’an dan Hadits).
Dalam diri beliau benar-benar terhimpun berbagai ilmu pengetahuan dengan sempurna. Hingga beliau terkenal dan terkemuka di dunia Islam. Beliau mempelajari ilmu tidak tanggung-tanggung. Ketika beliau terjun dalam dunia pengetahuan baik Logika ataupun Al-Qur’an dan Al-Hadits. Beliau selipkan waktunya hanya untuk menuntut ilmu sepanjang hidupnya, yang akhirnya beliau terkenal dan terkemuka dalam dunia Islam mulai sejak menetap di Mesir, karena beliau sudah mahir dalam ilmu Ahlur Ra’yi dan ilmu Ahlul Hadits.
3. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafi’i.
Imam Syafi’I pernah berkata tentang cara beliau ber-Ijtihad, “Pokok pertama ialah Al-Qur’an dan Hadits” kalau tidak ada, barulah dipergunakan Qias dengan apa yang ada dalam Al-Qur’aan dan Al- Hadits (Sunnah). Bila Hadits mempunyai Sanad yang tidak putus-putus, dan semuanya sah, itu adalah Sunnah. Kabar dari orang banyak adalah lebih utama dari pada kabar dari per-individu. Bila terdapat Hadits yang bertentangan, Hadits yang paling baik sanadnya yang didahulukan.
Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu murid beliau sendiri Ar-Rabi’ul Murady yang berisi ajaran dan fatwa-fatwa Imam Syafi’i, Kitab itu sangat termasyhur dan terkenal diberbagai penjuru, yang bernama Al-Umm. sebuh Kitab besar yang terdiri dari 7 Jilid tebal, yang amat teratur, dimasing-masing bab membahas masalah-masalah tertentu dalam Ilmu Fiqih. Madzhab Imam Syafi’i telah dikenal oleh umumnya terdiri dari 2 macam Fatwa, yaitu Madzhab Qodim dan Madzhab Jadid. Madzhab Qodim memuat semua fatwa beliau baik yang tertulis ataupun yang terucapkan selama di Iraq. Sedangkan Madzhab Jadid berisikan semua fatwa-fatwa yang beliau tulis atau yang beliau fatwakan dengan Lisan selama beliau tinggal di Mesir.
Ternyata setelah beliau tinggal di Mesir beliau banyak mendengar Hadits-Hadits yang belum pernah beliau dengar dan diketahui selama di Iraq. Sehingga berubahlah Fatwa beliau dari apa-apa yang pernaah beliau Fatwakan sebelum tinggal di Mesir. Dan tidak sedikit pula pengaruh Ulama-Ulama Mesir, pengaruh keadaan Masyarakat Mesir yang berlainan dengan keadaan di Iraq dan Hijaz.
4. Wafatnya Imam Syafi’i
Beliau menata kesibukannya sepanjang hidupnya. Yang ada dalam aktifitasnya hanyalah menuntut ilmu dan dakwah. Beliau menyibukkan diri berdakwah, karena kesibukannya berdakwah dan menebar atau mengamalkan Ilmu, beliau menderita penyakit Bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Semakin lama penyakit yang dialaminya semakin parah, Hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jum’at setelah Shalat Isya’ hari terakhir Bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa Dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, Sesudah wafatnya, Dia berkata kepada beliau ”Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah……?” beliau menjawab “ Allah mendudukkan aku diatas sebuah Kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.” Betapa mulyanya kedudukan beliau hingga Allah SWT memberikan sesuatu yang sangat berharga yang tidak bisa di tukar dengan suatu barang yang berharga apapun.
Hadits Sebagai Sumber Hukum
A. Latar Belakang
Memang patut difahami bagi ummat Nabi Muhammad SAW tentang keilmuan/pengetahuan keagamaan terutama Al-Qur’an dan Hadits, yang menjelaskan tentang hukum-hukum Syar’i, baik ibadah yang bersifat Mahgdah ataupun Ghairu Mahgdah dan berbagai mu’amalah dalam kehidupan kita. Terutama dibidang tuntunan shalat. Sangat Na’if sekali apabila ummat Muhammad SAW tidak bisa atau tidak mengetahui/paham tatanan dalam hukum-hukum Syar’i yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum), terutama di bidang ibadah dan kehidupan sehari-hari.
Ummat Islam pada zaman moderenisasi ini sangatlah banyak permasalahan-permasalahan tentang khidupan sehari-hari yang bermasalah dengan ibadah yang tidak lepas dari hukum. Lebih-lebih para pelajar yang berdatangan dari luar wilayah, mereka banyak hijrah dari rumah masing-masing, dengan tujuan untuk menuntut ilmu. Sebagaimana musyafir yang berdatangan dari luar wilayah berjauhan. Dalam menghadapi hal-hal tersebut, para penuntut ilmu yang jauh-jauh datang dari luar wilayah minimal 8 jam-12 jam, bahkan ada yang sampai 24 jam-36 jam. Menjalani waktu yang sangant lama para Pelajar (Musyafir) tidak lepas dari Ibadah, terutama Ibadah Mahgdah (Shalat), Ibadah Maghdah tidak bisa ditinggalkan kecuali ada udzur Syar’i. Apalagi ketika dalam perjalanan sangatlah sulit untuk mendapatkan air untuk ngambil Wudhu’, terutama di Mobil/Bis.
Dalam menyikap permasalah itu kita bener-bener perlu mempelajari ilmu ahadits yang menjelaskan tentang hal-hal yang berkenaan dengan hukum, bagaimana hukumnya orang yang sedang dalam keadan musyafir?apakah boleh meninggalkan sholat ataukaahj tidak? Maka dari itu dikembalikan pada hukum. untuk mewanti-wanti dari semua permasalahan tersebut. Dan dalam melaksanakan Ibadah-Ibadah tertentu itu juga harus berlandaskan pada Nas atau Hukum Syar’i yang ada dalam Al-Qur’an ataupun Hadits dengan rincian yang mudah dipahami dalam pembelajaran Ilmu Hadits, yang juga Hadits itu dikutip/penjelas dari Al-Qur’an, hingga alangkah afdalnya jika kita mempelajari ilmu hadits yang didalamnya tertera tatanan hukum dari berbagai kehidupan kita. Dan alangkah na’ifnya jika kita selaku Muslim, tidak paham tentang hukum syar’i yang dijelaskan dalam al-qur’an dan hadits, sungguh besar faidahnya bagi kita untuk mempelajari hadits.
Dalam kehidupan moderenisasi ini bahwa realitas yang mempunyai plus dan minus tersendiri. Dikatakan plus karena telah membawa manusia (Ummat Islam) pada wilayah Spiritualitas, kesalehan dan keimanan dimana ia menjadi tujuan utama Islam dalam memberi jalan keselamatan bagi Manusia di Dunia dan Akhirat. Namun disisi lain, gerakan para pemuda ada yang menawar-nawar hukum dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, hal-hal seperti itu telah membawa pengaruh pada terpasungnya wilayah kemanusiaan dan keilmiahan ilmu pengetahuan terutama dibidang Agama yang amat diperlukan Manusia dalam mengeksplorasi, merekayasa dan memanfaatkan berbagai potensi kehidupan. untuk kemaslahatan manusia, baik di Dunia (pada khususnya) maupun di Akhirat (pada umumnya).
Kesenjangan antara Dunia Islam dari sabang sampai mirauke pada saat ini adalah realita yang tidak dapat dipungkiri. sistem Barat dengan ide kebebasan berfikir dan sekularismenya sebagai dampak dari keruntuhan kekuasaan ilmu keagamaan dan tajamnya keimanan khususnya para pemuda sebagai generasi penerus Islam. Gereja Pasca Renaisance telah berhasil mencapai peradabannya yang tertinggi dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Manakala di Dunia Islam, ilmu pengetahuan dan tekhnologi amat lamban berkembang karena dampak dari kejumudan pemikiran dan keterbatasan ruang gerak Umat Islam dalam melakukan eksplorasi dan inovasi.
Disadari ataupun tidak, bahwa Umat Islam dimanapun itu berada, bahwasanya keimanan merupakan bungkus dari ketajaman keilmuan dan lahir batin guna mencapai ketaqwaan dan kezuhudan yang sempurna. Namun hancurnya Islam itu tergantung dari pemeluk agama itu sendiri, baik agama itu agama Islam ataupun lainnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwasanya hancurnya Islam bersumber dari pemeluk Islam itu sendiri. Dan juga para Oreantalis berpendapat Islam tidak bisa di hancurkan dari luar Islam, melainkan dengan menelusuri dari dalam. Ketika ditlusuri atau terselubung secara bertahap sebagaimana penyebaran Fatwa-fatwa para penyebar Aliran-aliran baru untuk mempengaruhi ajarannya. Maka dengan sistem seperti itu Islam akan hancur dan runtuh, karena dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwasanya: “tidak akan menyerah/berhenti keapada kalian sebelum kalian masuk/ikut kedalam Agamaku.” Dalam menyikapi maksud dari ayat-ayat tersebut kita sebagai generasi penerus Umat Islam harus membentengi Agama kita bersama dengan keyakinan yang kuat. Mnyikap dari pendapat yang di ungkapkan oleh para Orientalis, agama kita sudah diserang dari dalam, sejalan dengan ungkapan sebagian ulama, bahwasanya umat Islam akan hancur dengan Islam itu sendiri. Dan juga sejalan dengan bunyi ayat yang tadi, maksud dari ayat itu menyerang dengan tiga model, yaitu Pemikiran, Budaya, dan Pergaulan.
Kondisi para pemuda sekarang sudah terserang dengan model-model tersebut, hingga kita perlu untuk meningkatkan daya keimanan kita yang fertikal kepada Allah SWT Tuhan semesta Alam. Namun disisi lain ada Hadits yang menyatakan tentang pemerosotan agama kita ke depan, yaitu
“ Ketika Nabi datang dari Perbukitan dan sampai di Mesjid Mu’awiyah, beliau Shalat berjama’ah bersama para Sahabat-Sahabat-Nya, ketika Shalat berlangsung beliau jadi Imam dan beliau mengajukan Do’a kepada Allah SWT, tiga Do’a yang di ajukan oleh beliau, yaitu :
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan tertinpa banjir yang sangat besar/dahsyat. Do’a ini diperkenankan oleh Allah SWT.
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan tertinpa kemiskinan yang berkepanjangan. Do’a ini diperkenankan oleh Allah SWT.
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan konflik sesama Islam. Do’a ini idak diperkenankan oleh Allah SWT.
Megkaji Hadits tersebut diatas, kita seakan-akan pesimis, akan tetapi itu justru sebaliknya, memberi motivasi bagi kita untuk mensejahterahkan Islam kedepan dengan berjuang semaksimal mungkin.
Dengan adanya beberapa pendapat dan Hadits, kita diperlukan memperdalam lagi keagamaan dan pengetahuan kita, lebih-lebih dibidang Hukum baik yang bersumberkan pada Al-Qur’an ataupun Hadits, oleh karena itu kita sangat patut bila kita selaku generasi penerus mempelajari/memuroja’ah kembali tentang tatanan ilmu Hadits yang merupakanrujuan muslim sebagai sumber hukum. Suatu kebanggaan bagi kita semua dengan adanya tugas makalah ini guna untuk memperdalam ilmu hadits sebagai sumber hukum.
Mengingat kembali permasalahan yang sering terjadi dikalangan kita ummat Islam, perkembangan Islam itu berada di tangan generasi muda dan sederajadnya. Ketika kita mengkaji Hadits dan pemikiran para Ulama kita harus siap-siaga dalam menghadapi kehidupan kedepan yang moderen ini. Bagaimanapun hasilnya yang penting kita berjuang sungguh-sungguh dijalan Allah SWT.
Rasulullah saw juga pernah bersabda yang mengandung isi peringatan bagi ummat yang akan datang khususnya bagi kita semua. Bunyi Hadits itu sebagai berikut:
Akan datang suatu Masa kepada kalian yang mana Islam itu tinggal Namanya, dan Al-Qur’an itu tinggal tulisannya.
Tidak akan datang suatu Zaman kepada kalia, melainkan Zaman itu lebih buruk dari sebelumnya.
ketika kita mengkaji hadits tersebut kita seakan-akan pesimis, akan tetapi jika kita pikir secara mendalam, justru hadits itu menjadikan motivasi bagi kita semua untuk bersemangat dalam memperjuangkan agama Allah SWT, bahkan hadits itu menjadikan indikator bagi kita untuk berhati-hati dalam menghadapi Zaman yang moderen ini, yang serba banyak maksiat dan kekufuran.
Dengan demikian, Studi Hadits bukan hanya memperdalam hukum-hukum dalam beribadah, melainkan juga membentuk Spiritualitas dan kesalehan dan kesuksesan hidup di dunia dan diakhirat. Karena syarat syahnya Ibadah baik ibadah Maghdah ataupun Ghairu Maghdah, itu terletak dalam tatanan hukum syar’I, hingga bila syarat-syarat syahnya sholat sudah terpenuhi dan tertib, maka insyaallah Ibadahnya diterima.Sejalan dengan kaidah-kaidah yan digunakan oleh ulama:
ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب
Dengan adanya kaidah-kaidah yang dipakai para ulama diatas, sudah jelas bahwasanya, hukum merupakan asas dari segala sesuatu, hingga dengan tatanan thaharo yang tarteb, maka sholat juga akan sempurna. Jika sholat kita sempurna, maka aktifitas kita akan sempurna dan jauh dari bala’ dan masalah. Karena dalam Al-Qur’an dijelaskan ;
ان صلا ة تنهى عن الفخشاء والمنكر
Yang dimaksud dengan Kaidah-kaidah sersebut adalah suatu Ibadah itu sah dengan perantara hal sebelumnya, tanpa hal sebelumnya maka Ibadah itu tidak sah, maka hal sebelumnya (Syarat-syarat sahnya) Ibadah itu juga ikut wajib. Hingga bila syarat-syaratnya sudah syah maka ibadahnya akan sempurna dan insyaallah diterima. Apabila ibadahnya baik dan sempurna maka kita akan terlindungi baika dari hasutan oarang ataupun dari godaan syetan yang terkutuk. Sungguh penting sekali dalam menjaga syarat-syarat sebelum Ibadah, Karena dalam Al-Qur’an juga dijelaskan “Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari kemaksiatan dan kemungkaran.” Maka dari itu studi hadits sangatlah membantu dalam semua kehidupan kita.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hadits Dan Hukum
A. Pengertian Hadits
Hadits adalah seluruh perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang bersumber dari Nabi SAW. Definisi tentang hadits banyak persepsi, diantaranya perbedaan pendapat antara ahli hadits dan ahli ushul.
Menurut ahli hadits sebagai berikut:
اقوال النبي صلى الله عليه وسلم وافعاله وحواله وقال الاخر: كل ما اثر
عن النبي صل الله عليه وسلم من قول اوفعل اواقرار.
Artinya:
“Seluruh perkataan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya”
Yang dimaksud dengan hal ihwal dari definisi diatas ialah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Menurut rumusan lain hadits ialah:
ما اضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم قولا اوفعلااوتقريرااوصفة.
Artinya:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”
Sedangkan menurut ahli ushul adalah:
اقواله وافعاله وتقريراته التى تثبت الاحكام وتقررها.
Artinya:
“Semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.”
Yang dimaksud dengan pengertian diatas , jelaslah bahwa segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Yang tidak berkaitan dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tata cara berpakaian, tidur, dan makan, semua itu tidak dikategorikan hadits.
B. Pengertian Hukum
Hukum adalah tata aturan atau norma-norma yang diberlakukan bagi manusia yang berakal baik dalam kehidupan di masyarakat ataupun dinegara. Namun hukum ada kalanya yang bersifat mutlaq dan tidak mutlaq. Seperti hukum Negara yang (relatif) tidak mutlaq, sewaktu-waktu di amandemen lagi. Artinya hukum tersebut tidak bisa diberlakukan selama-lamanya.
Sedangkan hukum/norma-norma yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits, merupakan aturan-aturan yang sangat mutlaq dan berlaku selama-lamanya. Hukum syara’ ini merupakan tolak ukur dari keadilan hukum yang berlaku pada semua insan yang beriman.
2. Landasan Hadits Dijadikan Sebagai Sumber Hukum
Landasan hadits dijadikan sebagai sumber hukum dengan adanya bukti-bukti yang tertera dalam dalil-dalil, baik dalil aqli ataupun dalil naqli. Misalnya dalil naqli yang tertera dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
ما كان الله ليدرالمؤ منين على ما انتم عليه حتى يميز الخبيث من الطيب وما كان الله
ليطلعكم على الغيب ولكن الله يجتبي من رسله من يشاء فاء منوا بالله ورسله وان تؤمنوا
وتتقوا فلكم اجرعظيم.) العمران : 179)
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu sekarang ini, hingga ia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasul-Nya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar”
Dalam surah Ali-Imran di atas, Allah SWT memisahkan antara orang-orang mu’min dengan orang-orang yang munafik. Dan juga akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Dan juga tertera dalil naqli yang tersirat dalam Al-Qur’an yaitu :
ومااتاكم الرسول فخدوه وما نهاكم عنه فانتهوا ( ا لحشر :7 )
Artinya:
“Apa yang diperlukan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah”
Maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT memerintahkan bagi kita untuk menaati Rasul, sebagaimana menaati Allah SWT.
Dengan melihat beberapa ayat-ayat yang tertera diatas, maka sudah jelas bahwa hadits merupakan sumber hukum. Bukan hanya sekedar berfungsi sebagai penjelas dari Al-Qur’an, akan tetapi juga sebagi landasan-landasan/pedoman hukum dalam kehidupan kita sehari-hari.
3. Para Ulama Sepakat (Ijma’) Hadits Sebagai Sumber Hukum
Umat Islam sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum dalam amal perbuatan, karena sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Penerimaan hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam bagi semua insan yang beriman.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW. sepeninggalan beliau masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara mereka yang tidak hanya menela’ah dan mengamalkan isi kandungannya saja, akan tetapi menyebar luaskannya kepada generasi-generasi selanjutnya untuk memahami dan mengamalkan isinya dan maksud-maksud yang tertera didalamnya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai pedoman hidup dan sebagai sumber hukum Islam, antara lain peristiwa dibawah ini yang akan menunjukkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam.
Ketika Abu Bakar dibai’at menjadi khalifah, ia pernah berkata ”Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.”
Saat Umar berada didepan hajar aswad ia berkata “Saya tau bahwa engkau adalah batu, Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
Pernah ditanyakan kepada Abdullah Bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab “Allah SWT, telah mengutus Nabi Muhamnmad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah Berbuat.”
Diceritakan dari Sa’id Bin Musayyab bahwa Usman Bin Affan berkata “Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah SAW. ”
Masih banyak contoh-contoh yang menunjukkan bahwa hadits sebagai sumber hukum Islam. Dan sungguh mengagungkan dengan fungsi hadits yang tidak hanya sebagai penjelas dari Al-Qur’an dan sebagai penafsir saja, akan tetapi juga sebagi pedoman hidup bagi ummat Islam seluruh penjuru dunia yang beriman. Dan sampai sekarangpun hal yang diserukan oleh Rasulullah SAW, senantias diikuti oleh umat Islam diseluruh penjuru dunian, apa-apa yang diperintahkan selalu dilakaukan, dan hal yang dilarang selalu di tinggalkan oleh mereka.
Hadits juga sebagai rujukan ketika kita tidak bisa memahami Al-Qur’an, maka dari itu, kita dianjurkan untuk memelihara hadits baik dengan metode penghafalan ataupun penulisan, terlebih utama dalam memelihara induk dari hukum Islam, yaitu Al-Qur’an. Dari itu sangat relevan sekali dengan firman Allah SWT:
انا نحن نزلنا الدكرواناله لحافظون
Artinya:
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memelliharanya.” (Q.S. 15 Al-Hijr : 9)
Betapa pentingnya dalam memelihara dan mempelajari/memahami dari sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi rujukan bagi kita semua dalam beraktifitas kehidupan sehari-hari. Al-qur’an dan hadits merupakan himpunan dari berbagai masalah dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana tata cara kehidupan yang relevan dengan norma Islam, semuanya itu tercantum didalamnya.
Memang patut difahami bagi ummat Nabi Muhammad SAW tentang keilmuan/pengetahuan keagamaan terutama Al-Qur’an dan Hadits, yang menjelaskan tentang hukum-hukum Syar’i, baik ibadah yang bersifat Mahgdah ataupun Ghairu Mahgdah dan berbagai mu’amalah dalam kehidupan kita. Terutama dibidang tuntunan shalat. Sangat Na’if sekali apabila ummat Muhammad SAW tidak bisa atau tidak mengetahui/paham tatanan dalam hukum-hukum Syar’i yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum), terutama di bidang ibadah dan kehidupan sehari-hari.
Ummat Islam pada zaman moderenisasi ini sangatlah banyak permasalahan-permasalahan tentang khidupan sehari-hari yang bermasalah dengan ibadah yang tidak lepas dari hukum. Lebih-lebih para pelajar yang berdatangan dari luar wilayah, mereka banyak hijrah dari rumah masing-masing, dengan tujuan untuk menuntut ilmu. Sebagaimana musyafir yang berdatangan dari luar wilayah berjauhan. Dalam menghadapi hal-hal tersebut, para penuntut ilmu yang jauh-jauh datang dari luar wilayah minimal 8 jam-12 jam, bahkan ada yang sampai 24 jam-36 jam. Menjalani waktu yang sangant lama para Pelajar (Musyafir) tidak lepas dari Ibadah, terutama Ibadah Mahgdah (Shalat), Ibadah Maghdah tidak bisa ditinggalkan kecuali ada udzur Syar’i. Apalagi ketika dalam perjalanan sangatlah sulit untuk mendapatkan air untuk ngambil Wudhu’, terutama di Mobil/Bis.
Dalam menyikap permasalah itu kita bener-bener perlu mempelajari ilmu ahadits yang menjelaskan tentang hal-hal yang berkenaan dengan hukum, bagaimana hukumnya orang yang sedang dalam keadan musyafir?apakah boleh meninggalkan sholat ataukaahj tidak? Maka dari itu dikembalikan pada hukum. untuk mewanti-wanti dari semua permasalahan tersebut. Dan dalam melaksanakan Ibadah-Ibadah tertentu itu juga harus berlandaskan pada Nas atau Hukum Syar’i yang ada dalam Al-Qur’an ataupun Hadits dengan rincian yang mudah dipahami dalam pembelajaran Ilmu Hadits, yang juga Hadits itu dikutip/penjelas dari Al-Qur’an, hingga alangkah afdalnya jika kita mempelajari ilmu hadits yang didalamnya tertera tatanan hukum dari berbagai kehidupan kita. Dan alangkah na’ifnya jika kita selaku Muslim, tidak paham tentang hukum syar’i yang dijelaskan dalam al-qur’an dan hadits, sungguh besar faidahnya bagi kita untuk mempelajari hadits.
Dalam kehidupan moderenisasi ini bahwa realitas yang mempunyai plus dan minus tersendiri. Dikatakan plus karena telah membawa manusia (Ummat Islam) pada wilayah Spiritualitas, kesalehan dan keimanan dimana ia menjadi tujuan utama Islam dalam memberi jalan keselamatan bagi Manusia di Dunia dan Akhirat. Namun disisi lain, gerakan para pemuda ada yang menawar-nawar hukum dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, hal-hal seperti itu telah membawa pengaruh pada terpasungnya wilayah kemanusiaan dan keilmiahan ilmu pengetahuan terutama dibidang Agama yang amat diperlukan Manusia dalam mengeksplorasi, merekayasa dan memanfaatkan berbagai potensi kehidupan. untuk kemaslahatan manusia, baik di Dunia (pada khususnya) maupun di Akhirat (pada umumnya).
Kesenjangan antara Dunia Islam dari sabang sampai mirauke pada saat ini adalah realita yang tidak dapat dipungkiri. sistem Barat dengan ide kebebasan berfikir dan sekularismenya sebagai dampak dari keruntuhan kekuasaan ilmu keagamaan dan tajamnya keimanan khususnya para pemuda sebagai generasi penerus Islam. Gereja Pasca Renaisance telah berhasil mencapai peradabannya yang tertinggi dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Manakala di Dunia Islam, ilmu pengetahuan dan tekhnologi amat lamban berkembang karena dampak dari kejumudan pemikiran dan keterbatasan ruang gerak Umat Islam dalam melakukan eksplorasi dan inovasi.
Disadari ataupun tidak, bahwa Umat Islam dimanapun itu berada, bahwasanya keimanan merupakan bungkus dari ketajaman keilmuan dan lahir batin guna mencapai ketaqwaan dan kezuhudan yang sempurna. Namun hancurnya Islam itu tergantung dari pemeluk agama itu sendiri, baik agama itu agama Islam ataupun lainnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwasanya hancurnya Islam bersumber dari pemeluk Islam itu sendiri. Dan juga para Oreantalis berpendapat Islam tidak bisa di hancurkan dari luar Islam, melainkan dengan menelusuri dari dalam. Ketika ditlusuri atau terselubung secara bertahap sebagaimana penyebaran Fatwa-fatwa para penyebar Aliran-aliran baru untuk mempengaruhi ajarannya. Maka dengan sistem seperti itu Islam akan hancur dan runtuh, karena dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwasanya: “tidak akan menyerah/berhenti keapada kalian sebelum kalian masuk/ikut kedalam Agamaku.” Dalam menyikapi maksud dari ayat-ayat tersebut kita sebagai generasi penerus Umat Islam harus membentengi Agama kita bersama dengan keyakinan yang kuat. Mnyikap dari pendapat yang di ungkapkan oleh para Orientalis, agama kita sudah diserang dari dalam, sejalan dengan ungkapan sebagian ulama, bahwasanya umat Islam akan hancur dengan Islam itu sendiri. Dan juga sejalan dengan bunyi ayat yang tadi, maksud dari ayat itu menyerang dengan tiga model, yaitu Pemikiran, Budaya, dan Pergaulan.
Kondisi para pemuda sekarang sudah terserang dengan model-model tersebut, hingga kita perlu untuk meningkatkan daya keimanan kita yang fertikal kepada Allah SWT Tuhan semesta Alam. Namun disisi lain ada Hadits yang menyatakan tentang pemerosotan agama kita ke depan, yaitu
“ Ketika Nabi datang dari Perbukitan dan sampai di Mesjid Mu’awiyah, beliau Shalat berjama’ah bersama para Sahabat-Sahabat-Nya, ketika Shalat berlangsung beliau jadi Imam dan beliau mengajukan Do’a kepada Allah SWT, tiga Do’a yang di ajukan oleh beliau, yaitu :
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan tertinpa banjir yang sangat besar/dahsyat. Do’a ini diperkenankan oleh Allah SWT.
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan tertinpa kemiskinan yang berkepanjangan. Do’a ini diperkenankan oleh Allah SWT.
Ya Allah jangan kau binasakan ummat kami dengan konflik sesama Islam. Do’a ini idak diperkenankan oleh Allah SWT.
Megkaji Hadits tersebut diatas, kita seakan-akan pesimis, akan tetapi itu justru sebaliknya, memberi motivasi bagi kita untuk mensejahterahkan Islam kedepan dengan berjuang semaksimal mungkin.
Dengan adanya beberapa pendapat dan Hadits, kita diperlukan memperdalam lagi keagamaan dan pengetahuan kita, lebih-lebih dibidang Hukum baik yang bersumberkan pada Al-Qur’an ataupun Hadits, oleh karena itu kita sangat patut bila kita selaku generasi penerus mempelajari/memuroja’ah kembali tentang tatanan ilmu Hadits yang merupakanrujuan muslim sebagai sumber hukum. Suatu kebanggaan bagi kita semua dengan adanya tugas makalah ini guna untuk memperdalam ilmu hadits sebagai sumber hukum.
Mengingat kembali permasalahan yang sering terjadi dikalangan kita ummat Islam, perkembangan Islam itu berada di tangan generasi muda dan sederajadnya. Ketika kita mengkaji Hadits dan pemikiran para Ulama kita harus siap-siaga dalam menghadapi kehidupan kedepan yang moderen ini. Bagaimanapun hasilnya yang penting kita berjuang sungguh-sungguh dijalan Allah SWT.
Rasulullah saw juga pernah bersabda yang mengandung isi peringatan bagi ummat yang akan datang khususnya bagi kita semua. Bunyi Hadits itu sebagai berikut:
Akan datang suatu Masa kepada kalian yang mana Islam itu tinggal Namanya, dan Al-Qur’an itu tinggal tulisannya.
Tidak akan datang suatu Zaman kepada kalia, melainkan Zaman itu lebih buruk dari sebelumnya.
ketika kita mengkaji hadits tersebut kita seakan-akan pesimis, akan tetapi jika kita pikir secara mendalam, justru hadits itu menjadikan motivasi bagi kita semua untuk bersemangat dalam memperjuangkan agama Allah SWT, bahkan hadits itu menjadikan indikator bagi kita untuk berhati-hati dalam menghadapi Zaman yang moderen ini, yang serba banyak maksiat dan kekufuran.
Dengan demikian, Studi Hadits bukan hanya memperdalam hukum-hukum dalam beribadah, melainkan juga membentuk Spiritualitas dan kesalehan dan kesuksesan hidup di dunia dan diakhirat. Karena syarat syahnya Ibadah baik ibadah Maghdah ataupun Ghairu Maghdah, itu terletak dalam tatanan hukum syar’I, hingga bila syarat-syarat syahnya sholat sudah terpenuhi dan tertib, maka insyaallah Ibadahnya diterima.Sejalan dengan kaidah-kaidah yan digunakan oleh ulama:
ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب
Dengan adanya kaidah-kaidah yang dipakai para ulama diatas, sudah jelas bahwasanya, hukum merupakan asas dari segala sesuatu, hingga dengan tatanan thaharo yang tarteb, maka sholat juga akan sempurna. Jika sholat kita sempurna, maka aktifitas kita akan sempurna dan jauh dari bala’ dan masalah. Karena dalam Al-Qur’an dijelaskan ;
ان صلا ة تنهى عن الفخشاء والمنكر
Yang dimaksud dengan Kaidah-kaidah sersebut adalah suatu Ibadah itu sah dengan perantara hal sebelumnya, tanpa hal sebelumnya maka Ibadah itu tidak sah, maka hal sebelumnya (Syarat-syarat sahnya) Ibadah itu juga ikut wajib. Hingga bila syarat-syaratnya sudah syah maka ibadahnya akan sempurna dan insyaallah diterima. Apabila ibadahnya baik dan sempurna maka kita akan terlindungi baika dari hasutan oarang ataupun dari godaan syetan yang terkutuk. Sungguh penting sekali dalam menjaga syarat-syarat sebelum Ibadah, Karena dalam Al-Qur’an juga dijelaskan “Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari kemaksiatan dan kemungkaran.” Maka dari itu studi hadits sangatlah membantu dalam semua kehidupan kita.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hadits Dan Hukum
A. Pengertian Hadits
Hadits adalah seluruh perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang bersumber dari Nabi SAW. Definisi tentang hadits banyak persepsi, diantaranya perbedaan pendapat antara ahli hadits dan ahli ushul.
Menurut ahli hadits sebagai berikut:
اقوال النبي صلى الله عليه وسلم وافعاله وحواله وقال الاخر: كل ما اثر
عن النبي صل الله عليه وسلم من قول اوفعل اواقرار.
Artinya:
“Seluruh perkataan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya”
Yang dimaksud dengan hal ihwal dari definisi diatas ialah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Menurut rumusan lain hadits ialah:
ما اضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم قولا اوفعلااوتقريرااوصفة.
Artinya:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”
Sedangkan menurut ahli ushul adalah:
اقواله وافعاله وتقريراته التى تثبت الاحكام وتقررها.
Artinya:
“Semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.”
Yang dimaksud dengan pengertian diatas , jelaslah bahwa segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Yang tidak berkaitan dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tata cara berpakaian, tidur, dan makan, semua itu tidak dikategorikan hadits.
B. Pengertian Hukum
Hukum adalah tata aturan atau norma-norma yang diberlakukan bagi manusia yang berakal baik dalam kehidupan di masyarakat ataupun dinegara. Namun hukum ada kalanya yang bersifat mutlaq dan tidak mutlaq. Seperti hukum Negara yang (relatif) tidak mutlaq, sewaktu-waktu di amandemen lagi. Artinya hukum tersebut tidak bisa diberlakukan selama-lamanya.
Sedangkan hukum/norma-norma yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits, merupakan aturan-aturan yang sangat mutlaq dan berlaku selama-lamanya. Hukum syara’ ini merupakan tolak ukur dari keadilan hukum yang berlaku pada semua insan yang beriman.
2. Landasan Hadits Dijadikan Sebagai Sumber Hukum
Landasan hadits dijadikan sebagai sumber hukum dengan adanya bukti-bukti yang tertera dalam dalil-dalil, baik dalil aqli ataupun dalil naqli. Misalnya dalil naqli yang tertera dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
ما كان الله ليدرالمؤ منين على ما انتم عليه حتى يميز الخبيث من الطيب وما كان الله
ليطلعكم على الغيب ولكن الله يجتبي من رسله من يشاء فاء منوا بالله ورسله وان تؤمنوا
وتتقوا فلكم اجرعظيم.) العمران : 179)
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu sekarang ini, hingga ia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasul-Nya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar”
Dalam surah Ali-Imran di atas, Allah SWT memisahkan antara orang-orang mu’min dengan orang-orang yang munafik. Dan juga akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Dan juga tertera dalil naqli yang tersirat dalam Al-Qur’an yaitu :
ومااتاكم الرسول فخدوه وما نهاكم عنه فانتهوا ( ا لحشر :7 )
Artinya:
“Apa yang diperlukan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah”
Maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT memerintahkan bagi kita untuk menaati Rasul, sebagaimana menaati Allah SWT.
Dengan melihat beberapa ayat-ayat yang tertera diatas, maka sudah jelas bahwa hadits merupakan sumber hukum. Bukan hanya sekedar berfungsi sebagai penjelas dari Al-Qur’an, akan tetapi juga sebagi landasan-landasan/pedoman hukum dalam kehidupan kita sehari-hari.
3. Para Ulama Sepakat (Ijma’) Hadits Sebagai Sumber Hukum
Umat Islam sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum dalam amal perbuatan, karena sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Penerimaan hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam bagi semua insan yang beriman.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW. sepeninggalan beliau masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara mereka yang tidak hanya menela’ah dan mengamalkan isi kandungannya saja, akan tetapi menyebar luaskannya kepada generasi-generasi selanjutnya untuk memahami dan mengamalkan isinya dan maksud-maksud yang tertera didalamnya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai pedoman hidup dan sebagai sumber hukum Islam, antara lain peristiwa dibawah ini yang akan menunjukkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam.
Ketika Abu Bakar dibai’at menjadi khalifah, ia pernah berkata ”Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.”
Saat Umar berada didepan hajar aswad ia berkata “Saya tau bahwa engkau adalah batu, Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
Pernah ditanyakan kepada Abdullah Bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab “Allah SWT, telah mengutus Nabi Muhamnmad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah Berbuat.”
Diceritakan dari Sa’id Bin Musayyab bahwa Usman Bin Affan berkata “Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah SAW. ”
Masih banyak contoh-contoh yang menunjukkan bahwa hadits sebagai sumber hukum Islam. Dan sungguh mengagungkan dengan fungsi hadits yang tidak hanya sebagai penjelas dari Al-Qur’an dan sebagai penafsir saja, akan tetapi juga sebagi pedoman hidup bagi ummat Islam seluruh penjuru dunia yang beriman. Dan sampai sekarangpun hal yang diserukan oleh Rasulullah SAW, senantias diikuti oleh umat Islam diseluruh penjuru dunian, apa-apa yang diperintahkan selalu dilakaukan, dan hal yang dilarang selalu di tinggalkan oleh mereka.
Hadits juga sebagai rujukan ketika kita tidak bisa memahami Al-Qur’an, maka dari itu, kita dianjurkan untuk memelihara hadits baik dengan metode penghafalan ataupun penulisan, terlebih utama dalam memelihara induk dari hukum Islam, yaitu Al-Qur’an. Dari itu sangat relevan sekali dengan firman Allah SWT:
انا نحن نزلنا الدكرواناله لحافظون
Artinya:
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memelliharanya.” (Q.S. 15 Al-Hijr : 9)
Betapa pentingnya dalam memelihara dan mempelajari/memahami dari sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi rujukan bagi kita semua dalam beraktifitas kehidupan sehari-hari. Al-qur’an dan hadits merupakan himpunan dari berbagai masalah dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana tata cara kehidupan yang relevan dengan norma Islam, semuanya itu tercantum didalamnya.
Kalimat Istirjaa
SURAT AL-BAQOROH AYAT 155-157
( Tentang Kalimat Istirjaa )
A. Latar Belakang
Kita sebagai ummat manusia sesama muslim, semuanya sama-sama mempunyai etika hidup, baik dalam keluarga dan dalam masyarakat atapun negara. Yang semuanya itu tidak lepas dari berbagai tantangan dan ccobaan, serta berbagai masalah yang akan kita hadapi. Itulah kehidupan manusia. Namun disisi lain perlu kitta ketahui, bahwa kita adalah muslim, yang didalamnya mempunyai aturan-atuanyang terera dalam al-qur’an, yang semuanya itu merupakan pedoman hidup yang islami, yang mengarahkan kehidupan manusia kearah yang benar, hingga dikala kita mendapatkan suatu masalah, kita akan kembali mengingat bahwa segala hal akan kembali kepada Allah Swt.
Dalam menata kehidupan ini sangatlah sulit jika kita anggap sulit, tapi kehidupan ini akan gampang jika kita selalu mengingat Allah Swt, karena semuanya akan kembali pada-Nya. Dikala kita tertimpa musibah atau cobaan, maka kita dianjurkan untuk kembali pada Allah Swt.
Sebagian ummat musli dikala ditimpa musibah ataupun mendapatkan kenikmatan yang berupa kesenangan, mereka sering salah melafatkan rasa syukurnya ataupun rasa gelisah/sedih.
Dikala kita senang kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan bagi kita, misalnya kita mendapatkan rizki yang banyak melalui perdagangan kita, atau misalnya kita mendapatkan hadiah yang tidak disangka-sangka dan sangat besar sekali nilainya hadiah itu, lalu kita ucapkan Alhamdulillah.
Dikala kita melihat sesuatu yang indah dan menarik kita lihat, misalnya kita melihat tumbuh-tumbuhan yang sangat indah, atau melihat hewan yang lucu, lalu apa yang harus kita ucapkan dengan semua itu? Kita ucapkan Subhanallah.
Dikala kita mendapatkan kabar buruk, misalnya kakek kita sakit parah, atau kakek kita jelan lalu jatuh karena kesandung batu, maka apa yang harus kita ucapkan untuk hal itu? Kita ucapkan Innalillah, atau misalnya musibah itu menimpa kita sendiri, tapi (Na’udubillahi Min Dzalik), maka apa yang harus kita ucapkan untuk hal itu? Kita ucapkan hal yang sama yaitu: Innalillah (kalimat istirjaa)
Dan untuk memperjelas dan memahami apa saja yang harus kita ucapkan ketika mendapatkan masalah/musibah ataupun kesenganagan, maka kita harus memahami dari ayat yang terkandung didalamnya, yaitu dari ayat Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 155-157, yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang apa saja harus kita ucapkan ketika kita mendapatkan musibah ataupun kebahagiaan.
Selain itu kami juga akan memperjelas lagi apa yang sudah dijelaskan dalam ayat tersebut, apa pengertian dari kalimat istirjaa, dan maksud istirjaa.
PEMBAHASAN
A. Surat Al-Baqoroh Ayat 155-157
Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 155. , ayat ini menjelaskan tentang pengujian terhadap orang-orang yang beriman dengan berbagai macam cobaan yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-bu ahan. semua ini terkaji dalam ayat sebagai berikut:
Al-Baqoroh ayat 155
Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Al-Baqoroh ayat 156.
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
Maksudnya:
[101] Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
Al-Baqoroh ayat 157.
Artinya:
157. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
C. Terjemah QS. Al-Baqoroh Ayat 155-157
QS. Al-Baqoroh Ayat 155.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
QS. Al-Baqoroh Ayat 156
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
QS. Al-Baqoroh Ayat 157
Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
D. Penjelasan QS. Al-Baqoroh Ayat 155-157
Tadi diatas sempat disinggung dan di pelajarai serta dibahas tentang kapan melafatkan kalimat istirjaa. Pada surat Al-Baqoroh Ayat 155-157 ditegaskan kembali dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Allah Swt akan memberikan sedikit cobaan kapada hambanya yang berupa, ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta jiwan dan buah-buahan.
2. Allah Swt akan memberikan kabar gembira bagi orang yang sabar dengan cobaan-cobaan yang telah Allah berikan.
3. apabila ditimpa musibah hendaklah melafatkan kalimat istirjaa, hal itu menyatakan semuanya kembali pada Allah Swt.
Dari semua Q.S. Al-Baqoroh ayat 155-157 , ayat ini menjelaskan tentang pengujian terhadap orang-orang yang beriman dengan berbagai macam cobaan yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Serta didalamnya menjelaskan entang orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
Maksud dari lafat istirjaa tersebut adalah sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil dimanapun berada, kecuali dalam tempat-tempat tertentu yang memang tidak diperbolehkan untuk melafatkan asma-asma Allah ataupun Kalamullah.
( Tentang Kalimat Istirjaa )
A. Latar Belakang
Kita sebagai ummat manusia sesama muslim, semuanya sama-sama mempunyai etika hidup, baik dalam keluarga dan dalam masyarakat atapun negara. Yang semuanya itu tidak lepas dari berbagai tantangan dan ccobaan, serta berbagai masalah yang akan kita hadapi. Itulah kehidupan manusia. Namun disisi lain perlu kitta ketahui, bahwa kita adalah muslim, yang didalamnya mempunyai aturan-atuanyang terera dalam al-qur’an, yang semuanya itu merupakan pedoman hidup yang islami, yang mengarahkan kehidupan manusia kearah yang benar, hingga dikala kita mendapatkan suatu masalah, kita akan kembali mengingat bahwa segala hal akan kembali kepada Allah Swt.
Dalam menata kehidupan ini sangatlah sulit jika kita anggap sulit, tapi kehidupan ini akan gampang jika kita selalu mengingat Allah Swt, karena semuanya akan kembali pada-Nya. Dikala kita tertimpa musibah atau cobaan, maka kita dianjurkan untuk kembali pada Allah Swt.
Sebagian ummat musli dikala ditimpa musibah ataupun mendapatkan kenikmatan yang berupa kesenangan, mereka sering salah melafatkan rasa syukurnya ataupun rasa gelisah/sedih.
Dikala kita senang kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan bagi kita, misalnya kita mendapatkan rizki yang banyak melalui perdagangan kita, atau misalnya kita mendapatkan hadiah yang tidak disangka-sangka dan sangat besar sekali nilainya hadiah itu, lalu kita ucapkan Alhamdulillah.
Dikala kita melihat sesuatu yang indah dan menarik kita lihat, misalnya kita melihat tumbuh-tumbuhan yang sangat indah, atau melihat hewan yang lucu, lalu apa yang harus kita ucapkan dengan semua itu? Kita ucapkan Subhanallah.
Dikala kita mendapatkan kabar buruk, misalnya kakek kita sakit parah, atau kakek kita jelan lalu jatuh karena kesandung batu, maka apa yang harus kita ucapkan untuk hal itu? Kita ucapkan Innalillah, atau misalnya musibah itu menimpa kita sendiri, tapi (Na’udubillahi Min Dzalik), maka apa yang harus kita ucapkan untuk hal itu? Kita ucapkan hal yang sama yaitu: Innalillah (kalimat istirjaa)
Dan untuk memperjelas dan memahami apa saja yang harus kita ucapkan ketika mendapatkan masalah/musibah ataupun kesenganagan, maka kita harus memahami dari ayat yang terkandung didalamnya, yaitu dari ayat Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 155-157, yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang apa saja harus kita ucapkan ketika kita mendapatkan musibah ataupun kebahagiaan.
Selain itu kami juga akan memperjelas lagi apa yang sudah dijelaskan dalam ayat tersebut, apa pengertian dari kalimat istirjaa, dan maksud istirjaa.
PEMBAHASAN
A. Surat Al-Baqoroh Ayat 155-157
Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 155. , ayat ini menjelaskan tentang pengujian terhadap orang-orang yang beriman dengan berbagai macam cobaan yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-bu ahan. semua ini terkaji dalam ayat sebagai berikut:
Al-Baqoroh ayat 155
Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Al-Baqoroh ayat 156.
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
Maksudnya:
[101] Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
Al-Baqoroh ayat 157.
Artinya:
157. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
C. Terjemah QS. Al-Baqoroh Ayat 155-157
QS. Al-Baqoroh Ayat 155.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
QS. Al-Baqoroh Ayat 156
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
QS. Al-Baqoroh Ayat 157
Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
D. Penjelasan QS. Al-Baqoroh Ayat 155-157
Tadi diatas sempat disinggung dan di pelajarai serta dibahas tentang kapan melafatkan kalimat istirjaa. Pada surat Al-Baqoroh Ayat 155-157 ditegaskan kembali dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Allah Swt akan memberikan sedikit cobaan kapada hambanya yang berupa, ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta jiwan dan buah-buahan.
2. Allah Swt akan memberikan kabar gembira bagi orang yang sabar dengan cobaan-cobaan yang telah Allah berikan.
3. apabila ditimpa musibah hendaklah melafatkan kalimat istirjaa, hal itu menyatakan semuanya kembali pada Allah Swt.
Dari semua Q.S. Al-Baqoroh ayat 155-157 , ayat ini menjelaskan tentang pengujian terhadap orang-orang yang beriman dengan berbagai macam cobaan yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Serta didalamnya menjelaskan entang orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
Maksud dari lafat istirjaa tersebut adalah sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil dimanapun berada, kecuali dalam tempat-tempat tertentu yang memang tidak diperbolehkan untuk melafatkan asma-asma Allah ataupun Kalamullah.
Langganan:
Komentar (Atom)